Jumat, 19 Desember 2014

~ maitreya ~

dia yang kupanggil maitreya
nama sakral yang senantiasa menggeliat di dalam kalbu,
yang sebelumnya lantak terputus asanya,
dan lalu ia memungut satu per satu puing itu dan memeliharanya hingga kini

ia yang tak enggan mendengar semua keluhku yang seringkali tak masuk akal,
kekanak-kanakan,
kemarahanku yang seringkali brutal,
bercampur galau tak jelas,
yang tak seorang jalma pun pernah mendengar, memahami, kecuali, ya kecuali maitreya

mungkin sih ia bosan tapi aku tak peduli,
semata karena rasa percaya yang menyentuh langit,
rasa yang setengah mati kuolah agar tak menjadi kasar dan bantat,
semata karena ia guruku,
guru yang ku yakin tak kan pernah membosankan,
walau berjam-jam kelasnya

ia yang kupanggil maitreya,
nama sakral yang menggeliat di dasar naluri kewanitaanku,
yang harus kutahan agar tak runyam
dan selalu ia paham betapa berat aku berusaha,
dan ia sabar saja

dia, maitreyaku.
Sang Penjaga Hati

Jakarta, penghujung 2014

Rabu, 12 November 2014

~ olah rasa ~

Oke sekarang aku mau bicara tentang rasa. 
Rasa yang sering datang bersamaan dengan hujan yang tajam menghujam remah tanah yang kesunyian. Rasa yang datangnya bersamaan dengan bayang wajah yang belakangan begitu mudah tergambar di dalam kepalaku. Wajah yang demikian tenang, setenang ucap dan perilakunya. Ketenangan yang tiba-tiba tanpa kuminta menyeruak dan menimbulkan rasa di hunian hati yang telah lama aku abai. Rasa yang sangat sulit kutuangkan dalam kata. Atau memang aku tak pandai menerjemahkan rasa. Rasa bagai bahasa asing yang bahkan satu kosanya pun tak kukuasai. Aku merasa gagap dalam merasa. Sehingga aku perlu diam sejenak untuk mengolahnya. Olah rasa. 
.
.
.
.
.

Dia.
Ya, dia yang belakangan wajahnya begitu sering muncul tanpa kuminta. Dia adalah yang kurasa, yang memaksaku untuk segera bertindak agar tidak kebablasan. Dan mengolah rasa ini tak kuduga demikian sulitnya. Sulit, karena saking lembutnya ia hadir dan menetap. Tanpa suara, tanpa geratak, tanpa nafsu. Saking lembutnya hingga aku merasa hadirnya bagai udara yang kuhirup tiap detik. Dan sepertinya dia tak keberatan. Ringan saja. 
Namun tentu, tak mudah bagiku untuk tak gelisah. Ribuan kata yang kuucapkan padanya menunjukkan kebodohanku mengolah rasa. Entah apa yang ada dalam benaknya melihat dan membaca kedunguanku. Kadang aku peduli, selebihnya aku begitu malu, rapuh dan tolol.
.
.
.
.
.

Sekarang bayangnya berpendar-pendar dalam bilik hatiku yang nyaris gelap. Aku biarkan saja ia di sana. Toh, aku tidak mengundangnya. Biarkan dia leluasa menguasai hatiku yang nyaris mati. Siapa tahu keberadaannya menyembuhkanku. Siapa tahu. 
Walau begitu tentu aku tak mau rasaku ini membuatnya jengah dan patah. Biarkan aku tertatih-tatih mengolah rasa yang bagai energi yang tak tergantikan ini. Hanya aku. Bukan dia. Bukan kami. 
Tak kan ada kami. 
Olah rasa itu belum selesai.

Jakarta, 12 November 2014
Sejurus buku Ramalan Tentang Muhammad yang nyaris usai. 

Minggu, 02 November 2014

~ this journey ~

Sekian kali aku merenungi hidupku yang seperti roller coaster. Sesaat senang, sesaat sedih, sesaat mampu, sesaat lunglai. Lucunya, setiap aku jumawa, Allah mengingatkanku serta merta. Bagiku, Allah itu cash and carry. Mengingatkanku akan kesombonganku dengan seketika tanpa jeda waktu. Dan kadang tanpa henti. Dulu aku bingung, marah, kecewa...mengapa Allah "menghukum"ku. Namun sejurus waktu dan pendalaman hati yang tak sebentar, aku sadar justru Allah sangaaaaattt sayang kepadaku. Tak dibiarkanNya aku terjerumus makin dalam ke lembah dosa, sifat sombong dan duniawi berkepanjangan. DiangkatNya aku dengan cepat menurut ukuran waktuNya yang sering tanpa aku sadari.

Dulu, dengan mudah aku meraih segalanya dengan uang. Setengah mati berdaya upaya agar tetap berberat 52 kilo, dandan tak sekedar biasa, harus luar biasa. Harus berbeda dari lainnya. Rambut tak pernah hitam. Rasanya tak ada merk tas yang tak aku punya. Pokoknya harus gaya, harus beda, harus punya. Hingga akhrnya Allah mengambil itu semua dariku, semata karena Ia begitu sayang padaku. Bertahun baru kusadari itu. 

Dia memberiku kanker payudara stadium 3B. Dia memberiku perceraian. Tapi Dia memberiku kekuatan. Dia memberiku 3 gadis yang gadis yang luar biasa. Dia memberi cinta!

Tak selesai di situ, Dia mengambil hartaku tapi Dia mendekatkan hubunganku dengan keluargaku, Dia memberi 3 gadis yang paling hebat di dunia. Dia memberiku cinta!

Oh, masih kurang, Dia memberi kanker payudara lagi, kali ini stadium 4 yang sudah menjalar ke mana-mana., tapi Dia juga memberi teman-teman dan sanak saudara yang mengulurkan bantuan tanpa tanya tanpa pamrih. Dia memberiku seorang dokter yang kupanggil Budha Meitrya yang berhati tulus, berotak cerdas, bernyali juara untuk menjadi sarana pengobatanNya. Dia memberiku cinta!

Sekian kali aku merenungi hidupku yang bak roller coaster dan aku bersyukur, Allah memperkenankan aku menikmatinya. Namun demikian aku tak ingin orang lain ikut mengendarai roller coaster sepertiku. Biarlah perjalanan ini aku nikmati sendiri. Biarlah aku egois kali ini.

Jakarta, 2 November 2014

Seraya mengucap syukur alhamdulillah atas kemajuan kesehatanku yang tak lain karena cinta, dukungan, doa dan bantuan materiil dari berbagai pihak yang tak bisa kusebutkan. Terima kasih khususon kepada Dr Walta Gautama, SpB Onk. yang demikian sabar dan tegas mendampingiku. Alhamdulillah.

Hidupku untukku, untuk anak-anakku, dan kuharap Dia masih memberiku kesempatan untuk bermanfaat bagi banyak orang. 


Rabu, 29 Oktober 2014

~ doa ~

perjumpaan yang sarat makna itu mungkin tak perlu kuungkapkan
biasa, agar kau tak bisa menerka isi hatiku
sekali-sekali aku ingin terlihat misterius
terutama di depanmu
padahal hatiku linglung
jalanku galau
pikiranku gontai
lidahku resah

lalu dari perdebatan menuju diskusi-diskusi menarik
membuat hijau menjadi ungu, dan biru menjadi oranye
hati menggeliat ingin berontak 
agar tak terlalu misterius lagi
lelah berpura-pura
mataku membola
tanganku menggapai
bibirku bergetar

kemiudian kami meneruskan perbincangan
tentang topik favoritku sepanjang masa
bahkan saat tanpa suara
batin kami bercakap renyah menembus malam
andai jarak itu bukan penghalang
sudah kudekap engkau erat
seperti doaku yang mendekap erat doamu
tiap hari

Jakarta, Oktober 2014

Kamis, 27 Maret 2014

Sakit itu....

Sakit itu zikrullah. Mereka yang menderitanya akan lebih sering dan syahdu menyebut Asma Allah dibanding ketika dalam sehatnya. 

Sakit itu istighfar. Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit. Sehingga lisan terbimbing untuk mohon ampun. 

Sakit itu tauhid. Bukankah saat sedang hebat rasa sakit, kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?

Sakit itu muhasabah. Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri dalam sepi, menghitung-hitung bekal kembali. 

Sakit itu jihad. Dia yang sakit tak boleh menyerah kalah; diwajibkan terus berikhtiar, berjuang demi kesembuhannya. 

Bahkan sakit itu ilmu. Bukankah ketika sakit, dia akan memeriksa, berkonsultasi dan pada akhirnya merawat diri utk berikutnya ada ilmu untuk tdk mudah kena sakit.

Sakit itu nasihat. Yang sakit mengingatkan si sehat untuk jaga diri. Yang sehat hibur si sakit agar mau bersabar. Allah cinta dan sayang keduanya. 

Sakit itu silaturrahim. Saat dijenguk, bukankah keluarga yang jarang dtg akhirnya dtg membesuk, penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit adalah perekat ukhuwah.

Sakit itu gugur dosa. Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan yang sakit dinyerikan dan dicuci-Nya. 

Sakit itu mustajab doa. Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang sakit lalu minta didoakan oleh mereka. 

Sakit itu salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan; diajak maksiat tak mampu-tak mau; dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.

Sakit itu membuat sedikit tertawa dan banyak menangis; satu sikap keinsyafan yang disukai Nabi dan para makhluk langit. 

Sakit meningkatkan kualitas ibadah; rukuk-sujud lebh khusyuk, tasbih-istighfar lebih sering, tahiyyat-doa jadi lebih lama. 

Sakit itu memperbaiki akhlak; kesombongan terkikis, sifat tamak dipaksa tunduk, pribadi dibiasakan santun, lembut dan tawadhu. 

*Kiriman teman yang kurenungi sepanjang malam, subhanallah*

Jakarta, 27 Maret 2014

Jumat, 07 Maret 2014

~ MiYuNa ~

Jam 06.30 pagi, mama sudah di ruang klinik eksekutif Radioterapi Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta, setelah drop kalian ke sekolah masing-masing. Hari ini Ayu ulang tahun ke 16. Hihihi...kita kompakan pura-pura cuek 'ngasih' selamatnya, bahkan mbak Mimi masih di salam selimut bilang "Selamat" lalu lanjut merem lagi. Ah kejutan yang sukses!
     
"Ayu, selamat ulang tahun yang ke 16, doa Mama tentu yang terbaik untuk Ayu... Makin cantik, bukan hanya fisik saja, namun juga batin, jaga sholat, jaga nama, baik nama Ayu sendiri, namun juga nama mama, papa, keluarga, semoga Allah selalu menuntunmu menelusuri jalan hidupmu, dan menjadikanmu wanita mulia di hadapanNya, aamiin.."

Sekarang mama lagi menunggu giliran radioterapi, dapat nomer 8, biasanya siiihhh jam 9 sudah selesai, karena mulainya jam 8 dan terapinya singkat. Tapi hari ini kurang oke nih kondisi tubuh, tadi pagi bangun jam 2 dan susah tidur lagi. Punggung agak terasa panas. Mudah-mudah nanti mereda.

As you know, minggu lalu tepatnya hari Kamis tanggal 27 Februari 2014, dokter Walta Gautama, onkolog mama bilang bahwa di dalam di payudara kiri mama ada tumor ganas yang menjalar ke tulang belakang, tulang panggul, tulang kaki, tulang dada, sedikit di lengan kiri dan paru. Komplit sekomplitnya 😊. Kaget? Jelas. Tapi ya sudahlah ini semua pasti kehendak Allah yang terbaik untuk mama dan juga kalian. Cemas? Pasti. Mikir uangnya, mikir kalian, mikir usia yang mungkin, mungkiiiiinnnn tak terlalu lama lagi. Uuugghhhh banyak hal loncat-loncat di dalam kepala. Tapi kata Allah, tidak mungkin Ia berikan ujian melebihi kekuatan ummatNya. Jadi kita kuat dong ya? Jelaasssssssss....

Orang lain belum tentu bisa menerima kenyataan ini seringan kita. Ya nggak siiihh?

Oh hari ini mbak Mimi terima raport! Nanti kita baca bersama yaa..mudah-mudahan rankingnya naik, aamiin. Karena ranking penting kalau SMA buat "undangan". 

Sudah jam 07.30  masih setengah jam lagi mulainya. Mama ngantukk.. Nanti mau mampir ke ruang dr Aldrin ah.. Mau nunut tidur sebentar 😊. Enak juga punya terapis pribadi seperti dia, baik hati dan tidak sombong. Aih... Itu juga berkat bude Rinni keleuussssss...
See you at lunch, girls..

Mom


Kamis, 06 Maret 2014

~ sapa ~

batas senja dengan kelam sudah tak kentara lagi
ketika kakiku yang letih menekuni harapan itu satu per satu
ketika lenganku yang lemah berayun pelan
hanya ada suara rintih menemani
lirih, rintihku sendiri

dan ketika yang bernama hari telah berganti sebutan menjadi malam
langkahku sudah terasa begitu lelah, makin lelah
aku nyaris mengalah
pasrah
bahkan untuk menunduk pun aku lelah

lalu tiba-tiba terasa lenganku tersentuh entah oleh apa
karena demikian gelap
aku menggapai-gapai mencari jawaban
dan tanganku tergenggam, erat
dan terdengar bisik perlahan

"Ini aku"
suara yang kukenal
ya, itu pasti kau
yang kerap menyapaku dengan caramu yang hanya khasmu
"Aku bersamamu, selalu"

Jakarta, medio Maret, ketika yah..ketika...

Minggu, 02 Maret 2014

I'm Back..

Nyaris setahun aku tak menyentuh blog ini. Bilik yang dulu jadi tumpahan puisi-puisiku. Why now? Why NOT? I miss this. I need this. I feel that I need to write something. Jutaan hal melingkar-lingkar dalam otakku beberapa minggu ini, yang sulit sekali kutuangkan dalam bahasa verbal. 

So, let's start again...

See you...very soon...