Kamis, 30 Desember 2010

~ dua belas mimpi ~

aku dan dua belas mimpi dari dua tidurku,
dua tidur sepanjang malamku,
tidur yang dipisahkan oleh pendeknya waktu,
sependek mimpi-mimpiku...

samar masih bisa kuingat satu per satu,
membayang hingga pagi menjelang,
meninggalkan jejak hingga petang,
hanya jejak...

satu mimpi nyata menyakitkan,
bahkan menjebol ruang otakku,
biasnya menggelayut langkah kakiku,
dadaku sesak oleh sesal...

beruntung semua hanya mimpi,
mimpi yang  bersaing dengan khayal,
khayal yang kan diruntuhkan angan,
hingga nanti nyata datang, aku masih bermimpi...

Jakarta, sehari menjelang 01.01.11

Rabu, 29 Desember 2010

~ berlama-lama di atas sajadah bernama cinta ~

subuh merobek kelam,
memberi jalan fajar nan menggeliat tertatih-tatih,
ku cium punggung tanganmu takzim,
menyudahi doa kita terhadap pagi,
sekilas kutangkap matamu mendanau,
sempat kau bendung,
tapi terlambat...

ungkapmu ;
mencintaNya menangkupkan insan yang mencintaNya,
memilin rasa hingga satu tak lagi dua,
betapa dunia dalam genggaman karena cinta,
setelah lelah mengurut jalan hidup berliku,
ternyata begitu mudah kutemukan
jika aku meminta...

{bisikku melirih ;
  Ya Penguasa Hati,
   tidakkah Engkau ingin menenangkan jiwa yang merindukanMu,
  dan seseorang yang menyatukan cintanya kepadaMu,
  dengan kecintaannya terhadap ciptaanMu?}

subuh sudah pergi,
dhuha menjemput sebentar lagi,
kupandang wajahmu yang agung,
sementara hatiku ramai akan tanya,
engkaukah akhiratku berada?

pada suatu tempat, pada suatu waktu...
{terimakasih kepada Tasaro Gk yang menorehkah larik doa}

Sabtu, 25 Desember 2010

~ saat kau mulai berhitung ~

saat kau mulai berhitung,
dengan receh yang terkumpul,
sisa kembalian berjuta belanja,
berhitung, dengan uang kertas tak berbentuk,
yang lantas kau tebarkan sebagai zakatmu,
dan kau bergelung bangga...

saat kau mulai berhitung,
dengan remah untuk para yatim di pinggir jalan,
untuk papa siapa saja yang tengadahkan tangannya,
membusung dada kau tebarkan ratusan perak,
bukankah itu sedekah? dalihmu.

saat itu pulalah Tuhan juga berhitung pada rizkimu,
dan kau makin pelit karena penerimaanmu sedikit...

semoga kau sadar, (walaupun ku ragu)
bahwa mereka seharusnya kau tebari terbaikmu,
bukan dengan uang gombal bau busuk,
bukan dengan ratusan perak yang tak berarti,

maka Tuhan akan kembalikan dengan rumus perkalian sempurna,
karena memang demikianlah mutlak dijanjikanNya...

Ujung lidah 2010

Jumat, 24 Desember 2010

~ dalam sepuluh detik ~

apa yang bisa terjadi dalam sepuluh detik hitunganmu?
mungkin bagai daun mulai mengayun,
jatuh gugur menyentuh bumi,
meninggalkan raganya untuk kemudian mati...

sepuluh detik adalah angin yang membenturkan tubuhnya,
pada jendela tak berdosa,
mengetuknya namun kemudian melirih,
lupa..

sepuluh detik bisa jadi maha penting,
untuk sebuah penantian,
akan belahan jiwa yang tersaruk-saruk,
datang menemui,

terpikirkah betapa eja kita menjadi genderang berdentam,
memilin jantung meminta kita untuk sejenak diam,
sepuluh detik,
dan mengambil nafas pada hitungan ke sebelas...

sepuluh detikku cukup untuk merampas mataku,
padamu yang santai menelanjangi pikiranku,
dan setengah detik kemudian aku menelan yakin,
kamu kuingini...


Jakarta sepuluh detik menjelang tengah malam di bulan Desember 2010...







~ untuk dia yang bernama rindu ~

memoriku mengular hingga berbilang tahun yang telah lepas,
menjuntai-juntai mengenai kakiku yang telanjang,
lalu menembus bumi,
aku menggelepar terkapar karena merana,
menahan lapar belaimu yang tergetar oleh setan bernama rasa...

memoriku mencekikku malam ini,
dan menyiksaku disertai tarian mengejek menantang,
dengan mata yang berkilat karena nafsu,
dan aku kaku sulit bergerak,
karena kejujuran hatiku yang terlalu agung,
sumpah, aku rindu...

Jakarta, malam yang melulu dia. 

Senin, 13 Desember 2010

~ kisahku ~

adegan pertama :
10 Juni 1996
hari ini adalah ulang tahun pernikahan kita yang ke tiga,
ku telah siapkan kejutan makan malam istimewa,
kau tersenyum bahagia,
kita bahagia...

adegan ke dua :
menginjak tahun ke lima,
ada tawa riang anak kita,
dan sedang kubopong yang kedua di dalam perutku,
kau sudah mulai sering murka, entah mengapa...

adegan ke tiga :
sebulan lagi enam tahun kita bersama,
suatu hari kita sedang berdebat tentang sesuatu, aku lupa,
tapi satu yang tak kan ku lupa,
aku mendapatkan tamparanmu yang pertama,
dan kau banting pintu itu,
lenyap sudah baumu, tidak sakitku...

adegan ke empat :
kau mengiba, seolah hargamu runtuh di ujung kakiku,
aku?
ah sudah tentu kumaafkan engkau,
karena kau cintaku yang tumpah...

adegan ke lima :
adegan ke tiga terulang lagi, makin kerap,
adegan ke empat pun juga terjadi makin rapat,
aku?
aku selalu mencintaimu, ingat?

adegan ke enam :
kali ini kau banting aku ke lantai,
persis seperti jagoan tae kwon do berlawan mudah,
hanya sekali ini lain dari adegan-adegan lalu,
kau lakukan di depan anak-anakku, yang anak-anakmu...

adegan ke tujuh :
sebenarnya aku makin pintar mengantisipasi murkamu,
tapi tetap kau lebih sigap,
makin jago menyergap,
dan aku lunglai dalam kekalahan yang telak...

adegan ke delapan :
5 September 2010
kali ini aku menyerah,
ku serahkan nyawaku di tanganmu,
semoga kau puas,
pertandingan ini kau menangkan dengan seringai pias,

kawan,
adegan di atas bukan scene sebuah sinema eletronik di televisi,
bukan rekaan, mereka nyata, kenyataan,
hanya sesal yang kubawa menghadap Tuhanku, yang kecewa,
karena telah kudidik generasi penerus yang selalu murka,
generasi pemukul wanita, generasi yang putus asa,
seperti bapaknya,
generasi lemah,
seperti ibunya....

Satu lagi, cerita tentang kekerasan terhadap wanita yang temanku,
Jakarta bilangan Desember 2010



Sabtu, 11 Desember 2010

~ wangi surga ~

aku mencium wangi surga, kala,
kelebatmu membekapku saat kubuatkan minum untukmu,
dan kau menghabiskannya sekejap,
matamu mengerjap semangat...

aku mencium wangi surga, kala,
malam-malam kau datangi aku,
menelusup kelu ke dalam ketiakku,
lalu meringkuk hangat...

aku mencium wangi surga, kala,
kau kalungkan lenganmu ke leherku tanpa kuminta,
lantas berkata dalam hatimu "Relax, I'm with you"
padahal kau pura-pura tak melihat (ter)panaku...

aku bahkan mencium wangi surga, kala,
kau sibuk menenggelamkan diri ke dalam pusaran duniamu,
menghela pikiranmu menerobos rentang waktu,
dan aku (hanya bisa) sembunyi-sembunyi memperhatikanmu...

Jakarta, 11 Desember 2010 pagi yang basah oleh wangi surgaku: MiYuNa...



Kamis, 09 Desember 2010

~ ketika sore habis bersamamu ~

gagap adalah manakala aku dalam genggammu,
membiarkanku dalam gelegak degup,
membiarkanku dalam selasar nikmat,
dan basah yang solid...

kemudian gagapku makin kasar,
mencabik bias ambigu menjadi nyata,
mencabik nyata menjadi kasmaran,
dan aku terengah....

aku kelu dalam gagapku,
meremah setiap lekuk bernama nafsu,
menjelma lekas menjadi sarat,
asmaradhana...

Jakarta 9 Desember 2010



~ kering ~

aku di dalam bentang waktu,
kurun yang mencabikku menjadi cinta,
menjadi keliaran rasa yang tak berdinding,
meruak mutlak semu...

cinta yang sama masih kusimpan dalam burat rambut abu-abu,
hingga waktu menjemput riang,
sedang kamu sembunyi di antara alang-alang kecut,
bernama takut...

aku di dalam bentang waktu,
meliar,
menggagak teriak pekak,
nanar mata mencari tegak bernama kamu....

Jakarta, sore kering 9 Desember 2010

Senin, 06 Desember 2010

~ cangkir pertama ~

dan tatap mata itu,
kubawa hingga tidurku,
menggelayut mimpi hingga sudut subuh yang bisu,
lalu menggenggam geliatku erat...

pagi ini bahkan cangkir bekas kopi yang baumu,
dengan ampas menyesaki sudut-sudutnya,
masih di situ lengkap dengan sorot tajammu,
berani....

Jakarta, diremas hujan jelang 1 Muharram 1432H...




Jumat, 03 Desember 2010

~ saat ku pulang ~

apa makna kematian itu, menurutmu?
akankah kita menjadi pocong-pocong seperti dalam film-film murahan itu?
atau duduk termangu memandangi nisan kita yang makin susut oleh waktu?
apa?

apakah kita menjadi santapan belatung nggragas yang merangas,
dan meleburkan daging membusuk menyatu dengan tanah negeri?
dan membiarkan belulang kita kesepian di lobang sempit?
apa?

kumaknai satu hal yang pasti,
bahwa kematian adalah keindahan hakiki yang kunanti,
menyerbu sinar yang tak kan berhenti memancar lembut,
panas tidak, mendung pun tidak, pas...

kematian adalah ujian iman,
untuk yang melihat, yang lega, yang merasakan, yang meratapi, yang melolong,
sampai di mana sejauh jalannya,
luluskah?

kematian adalah wujud taqwa yang sesungguhnya,
untuk segera bertemu dengan sumber cinta,
maka persiapkan dirimu,
agar nyaman di negeri yang tak terduga indahnya,

kematian adalah pulang,
pulang artinya tidak kembali, untuk sekedar plesir sekali pun,
maka jangan kau tangisi aku yang nanti kan pulang,
mustinya kau lambaikan tangan tanda cinta,
dan berkata "sampai jumpa lagi"

Jakarta, dalam diamku yang tak bertanggal...