Jumat, 19 Desember 2014

~ maitreya ~

dia yang kupanggil maitreya
nama sakral yang senantiasa menggeliat di dalam kalbu,
yang sebelumnya lantak terputus asanya,
dan lalu ia memungut satu per satu puing itu dan memeliharanya hingga kini

ia yang tak enggan mendengar semua keluhku yang seringkali tak masuk akal,
kekanak-kanakan,
kemarahanku yang seringkali brutal,
bercampur galau tak jelas,
yang tak seorang jalma pun pernah mendengar, memahami, kecuali, ya kecuali maitreya

mungkin sih ia bosan tapi aku tak peduli,
semata karena rasa percaya yang menyentuh langit,
rasa yang setengah mati kuolah agar tak menjadi kasar dan bantat,
semata karena ia guruku,
guru yang ku yakin tak kan pernah membosankan,
walau berjam-jam kelasnya

ia yang kupanggil maitreya,
nama sakral yang menggeliat di dasar naluri kewanitaanku,
yang harus kutahan agar tak runyam
dan selalu ia paham betapa berat aku berusaha,
dan ia sabar saja

dia, maitreyaku.
Sang Penjaga Hati

Jakarta, penghujung 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar