Selasa, 26 April 2011

~ dan kamu datang malam itu ~

Sabtu, 24 April 2011 menjelang tengah malam.

Menyibakkan tirai di tengah malam buta untuk mengintip gelap adalah di luar kebiasaanku, buat apa coba? Namun malam itu, gelap seolah memanggil-manggilku. Lirih namun kuat.
Kusibakkan tirai dan kaget  kudapati kamu mematung di balkon kamarku, memunggungiku. Sepertinya kamu memang sengaja menungguku. Buru-buru kupasang hijabku, kuganti bajuku dengan gamis hitam lalu keluar melalui pintu sorong menuju balkon.

Kamu menoleh, tersenyum tipis dan memajukan dagumu sepintas dan berujar,"Aku sudah menunggumu di sini lama". Kutunjukkan muka prihatinku dan kusahut,"Maaf, seharusnya aku lebih peka menangkap kehadiranmu".
Kamu diam. Ah, tanpa kubilang pun, pasti kamu tahu betapa menyesalnya aku.
Lalu kami diam.

Hanya tingkah angin yang dengan sok tahu menguping. Desaunya membuat ngilu pendengaran.Baju putihmu berkibar-kibar, dan rambutmu yang lurus seperti ombak yang beriak-riak. Tapi kamu tak hirau, malah seolah menikmati konser angin tersebut.
Akhirnya, suaramu,"Aku rindu pintamu akan aku, maka aku nekad saja datang ke balkonmu".
Aku tersenyum. "Iyalah, nekad..lantai 17 kan tidak rendah", dalam hatiku bicara.
Lanjutmu,"Aku sungguh berharap, permenunganmu selama beberapa saat ini, membuatmu yakin bahwa semakin lama kau perdalam ilmu cinta, semakin kau mengerti bahwa aku selalu ada".

"Cinta", tak sadar aku mendesah. Iya, memang dulu aku mencari cinta hingga ke ujung ufuk hati, ke sisi tebing rasa, berteman curiga, bernafas resah, dibelenggu cemburu. Hingga aku menemukannya. Sosok berbaju putih, berambut lurus ini. Cintaku yang terakhir malah hampir membunuhku. Dan dia menyelamatkanku.
Lanjutku,"Iya, aku sangat percaya padamu, seperti halnya kamu selalu percaya padaku". Bukan yang selalu mencurigai, tapi kemunafikannya membuatnya membelah hati untuk perempuan lain.

"Aku bangga pada pencapaianmu, kiranya Tuhan Sang Maha Pengasih selalu menyinari hatimu", sambil mengusap ujung tanganku, dan menghilang.

Tinggallah aku di balkon kamarku, di lantai 17, dibekap gelap, dikelilingi sepi. Bahkan angin pun sudah pergi serunut kepergianmu. Tapi hatiku terang benderang.

Jakarta, April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar